Sunday, January 27, 2013

Perbedaan antara Zakat dan Pajak

Informasi Bisnis : Perbedaan antara Zakat dan Pajak - Berbagai pendapat telah bekembang di masyarakat, yakni mengenai persamaan dan perbedaan antara zakat dan pajak. Jika dilihat secara lahiriah antara zakat dan pajak dalam status hukum maupun pemanfaatannya mempunyai beberapa persamaan, namun tetap ada perbedaan dalam pengertian, dalam tata cara pengambilan, maupun dalam penggunaanya. 

Istilah pajak menurut pakar ekonomi kontemporer telah mendefinsikan bahwa pajak ialah sebagai kewajiban untuk membayar tunai yang ditentukan oleh pemerintah atau pejabat yang berwenang dan bersifat mengikat tanpa adanya imbalan tertentu. Pajak diadakan untuk dialokasikan supaya mencukupi pangan secara umum dan untuk memenuhi keuangan bagi pemerintah. 

Adapun unsur-unsur pajak adalah sebagai berikut: 

1. Pajak adalah pembayaran tunai, artinya bahwa seorang mukallaf membayarnya dengan uang tunai tidal( berupa barang. 

2. Pajak adalah kewajiban yang mengikat, artinya bahwa pajak ialah kewajiban yang dipungut dari setiap individual sebagai suatu ke-harusan. 

3. Pajak merupakan kewajiban pemerintah, sehingga pejabat pemerintah atau lembaga yang berwenang mewajibkan pajak yang kemudian hasilnya dipergunakan untuk kepentingan umum. 

4. Pajak adalah kewajiban yang bersifat final, artinya orang mukallaf tidak berhak untuk menolak atau menuntut sekalipun tidak tercipta suatu kemanfaatan. 

5. Pajak tidak ada imbalannya, artinya tidak ada syarat bagi wajib pajak untuk memperoleh imbalan atau fasilitas kesejahteraan, sehingga tidak ada hubungan antara membayar pajak dengan fasilitas yang diperoleh oleh wajib pajak, 

6. Pajak adalah kewajiban tuntutan politik untuk keuangan negara. 

Zakat Menurut Pendapat Ahli 
Menurut pakar ekonomi Islam zakat ialah sebagai liana yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau pejabat berwenang kepada masyarakat umum dan individu yang bersifat mengikat, final, dan tanpa mendapat imbalan tertentu yang dilakukan pemerintah sesuai dengan kemampuan pemilik harta. Zakat di alokasikan untuk memenuhi kebutuhan delapan golongan yang telah ditentukan oleh Al-Quran, sehingga zakat dilakukan untuk memenuhi tuntutan bagi keuangan Islam. 

Adapun unsur-unsur dari zakat adalah sebagai berikut :

1. Zakat adalah kewajiban yang bersifat material seorang mukallaf muslim membayarkannya baik secara tunai berupa uang maupun barang.

2. Zakat merupakan kewajiban yang bersifat mengikat, artinya membayar zakat bagi seorang muslim mukalalaf adalah suatu keharusan.

3. Zakat adalah kewajiban pemerintah, pejabat pemerintah Islam, para imam mewajibkan zakat berdasarkan anggapan bahwa mereka melaksanakan kewajiban ilahiyah sebagai kewajiban.

4. Zakat merupakan kewajiban final, artinya orang Islam tidak holeh menolak dan tidak ada hak orang Islam untuk menentang dan menuntutnya.

5. Zakat adalah kewajiban yang tidak ada imbalannya, tidak ada syarat untuk memperoleh kemanfaatan atau fasilitas yang seimbang bagi pembayar zakat, dan tidak ada hubungan antara kewajiban zakat dengan imbalan yang seimbang setelah membayar zakat.

6. Zakat merupakan kewajiban tuntutan politik untuk keuangan Islam. Alokasi zakat adalah untuk golongan delapan penerima zakat, sebagaimana yang telah ditentukan dalam surat At-Taubah:60. 

Zakat dan pajak meskipun kedua-duanya sama adalah merupakan kewajiban dibidang harta, namun keduanya mempunyai falsafah yang khusus dan keduanya mempunyai perbedaan sifat dan asas, sumber, sasaran, bagian, kadarnya, prinsip, tujuan, dan jaminannya. 

Persamaan antara zakat dan pajak adalah sebagai berikut :

1. Unsur paksaan dan kewajiban yang merupakan cara untuk menghasilkan pajak, hal ini terdapat juga dalam zakat apabila seorang muslim terlambat membayar zakat maka keimanan dan ke-islamannya belum kuat. 

2. Bila pajak harus disetor kepada lembaga masyarakat baik pusat maupun daerah maka zakat pun juga disetorkan kepada pemerintah sebagai amil zakat. 

3. Di antara ketentuan pajak tidak adanya imbalan tertentu bagi para wajib pajak menyerahkan pajaknya selaku anggota masyarakat. Dem ikian juga dengan zakat, is wajib memberikan hartanya untuk menolong warga masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan, kelemahan, dan penderitaan hidup.

4. Jika pajak mempunyai tujuan kemasyarakatan, ekonomi, dan politik di sallying tujuan keuangan, zakat pun mempunyai tujuan yang lebih luas aspeknya dari aspek yang disebutkan untuk pajak. 

Perbedaan antara Zakat dan Pajak 
Perbedaan antara zakat dan pajak dapat dilihat dari nama dan etiketnya, hakikat dan tujuaannya, Batas nishab dan ketentuannya, kelestarian dan kelangsungannya, pengeluarannya, hubungannya dengan penguasa, serta maksud dan tujuannya. 

1. Nama dan etiketnya Perbedaan antara zakat dan pajak sepintas nampak dari etiketnya, baik arti maupun kiasnya. Kata zakat menurut bahasa berarti suci, tumbuh, dan berkah. Syariat Islam memilih kata zakat untuk mengungkapkan arti bagian harta yang wajib dikeluarkan untuk fakir miskin dan para mustahik lainnya, sedangkan istilah pajak yang diambil dari kata dharaba, artinya utang-utang, pajak tanah, upeti, dan sebagainya sehingga dapat diartikan sebagai sesuatu yang mesti dibayar dan sesuatu yang menjadi beban. Dengan demikian, biasanya orang memandang pajak sebagai paksaan dan beban yang kuat. 

2. Hakikat dan tujuannya Hakikat zakat adalah merupakan ibadah yang diwajibkan kepada orang Islam sebagai tanda syukur kepada Allah SWT dan mendekatkan diri kepadaNya, sedangkan pajak merupakan kewajiban pembayar kepada negara semata-mata yang tak ada hubungannya dengan makna ibadat dan pendekatan diri. Karena, zakat merupakan ibadah, syiar agama, dan rukun Islam bagi kaum muslimin maka tidak diwajibkan pada semua orang, kecuali kaum muslim secara syariat Islam yang bersifat toleransi pada kaum yang bukan Islam. Hal in i berbeda dengan pajak yang mewajibkan kepada semua orang sesuai dengan ketentuan wajib setor.

3. Batas nishab dan ketentuannya Zakat adalah hak yang ditentukan oleh Allah SWT sebagai pembuat syariat. Dialah yang menentukan Batas nishab bagi setiap macam benda dan membebaskan kewajiban itu terhadap harta yang kurang dari senishab, dan tak seorang pun yang boleh mengubah atau mengganti apa yang telah ditentukan oleh syariat, hal ini berbeda dengan pajak yang tergantung pada kebijaksanaan dan kekuatan penguasa baik mengenai obyek, presentase, harga dan ketentuannya, bahkan ditetapkan atau dihapuskannya pajak tergantung pada penguasa sesuai dengan kebutuhan.

4. Kelestarian dan kelangsungannya Zakat adalah kewajiban yang bersifat tetap dan terus-menerus, di mana akan tetap berjalan sepanjang Islam dan kaum muslimin ada dimuka bumi. Demikian juga, kewajiban tersebut tidak dapat dihapuskan oleh siapa pun, sedangkan pajak tidak memililki sifat yang tetap dan terus menerus, baik mengenai macam, persentase, dan kadarnya. Setiap pemerintah dapat mengurangi atau mengubah aturan pajak atas dasar pertimbangan para cendekia. Keberadaannya pajak akan tetap ada sepanjang diberlakukan dan lenyap bila sudah tidak dibutuhkan lagi. 

5. Pengeluarannya Zakat mempunyai sasaran khusus yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dalam Al Quran dan Sunnah Rasul, sehingga sasaran itu terang dan jelas dan setiap muslim dapat mengetahui dan membagikan zakatnya sendiri. Dengan demikian, sasaran zakat adalah untuk kemanusiaan dan keislaman. Ada pun pajak dikeluarkan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum negara sesuai dengan peraturan negara. 

6. Hubungannya dengan penguasa Pajak selalu berhubungan antara wajib pajak dengan pemerintah yang berkuasa, karena pemerintah yang mengadakan, memungut, dan membuat ketentuan wajib pajak sehingga pemerintah berwenang untuk mengurangi besarnya jumlah pembayaran pajak dalam keadaan dan kasus tertentu. Sementara itu, pembayaran zakat berhubungan antara pezakat dengan Tuhannya. Tuhan Allah yang memberi harta dan mewajibkan membayar zakat semata-mata karena mengikuti perintah dan mengharapkan ridhoNya. 

7. Maksud dan tujuannya Zakat memiliki tujuan spiritual dan moral yang lebih tinggi ciari pajak dan mempunyai tujuan yang luhur yang tersirat pada kata zakat yang terkandung di dalamnya, sedangkan pajak tidak memiliki tujuan luhur seperti zakat dan hanya mempunyai tujuan untuk menghasilkan pembiayaan (uang) untuk mengisi kas negara. 

Berdasarkan uraian di atas, kesimpulannya bahwa pajak tidak dapat menggantikan kewajiban zakat, artinya pembayaran pajak dari suatu harta tidak akan membebaskan harta itu dari tuntutan kewajiban zakat selama harta itu memenuhi syarat wajib zakat. Oleh sebab itu, seseorang diwajibkan membayar pajak karena dia merupakan tumpukan Luang dari hasil kegiatan harta bendanya setelah harta itu dikeluarkan pajaknya, selebihnya dilihat jika masih cukup dan telah memenuhi persyaratan lainnya, agama Islam mewajibkan dikeluarkan zakatnya. Karena, ibadah zakat adalah salah satu dari rukun Islam, apabila seorang muslim tidak mengakui kewajiban ibadah zakat maka belum sah Islamnya. 

Berdasarkan Pasal 14 point (3) Undang-Undang 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, “Zakat yang telah dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat dikurangkan dari laba/pendapatan sisa kena pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku”. 

Berdasarkan SK Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Ho. D/291 Tahun 2000 tentang pedoman teknis pengelolaan zakat Pasal 16 adalah sebagai berikut:

(1) Zakat yang diterima oleh Badan Amil Zakat dan lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau dikukuhkan oleh pemerintah dan penerima zakat yang berhak tidak termasuk sebagai obyek penghasilan. 

(2) Zakat atau penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak pribadi pemeluk agama Islam dan atau wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada Badan Amil Zakat dan Lembaga Zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah boleh dikurangkan dari penghasilan kena pajak dari pajak penghasilan wajib pajak yang bersangkutan dengan menggunakan butkti setoran yang sah sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 14 Ayat 3 Undang – Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. 

(3) Semua bukti setoran atas penghasilan yang dibayarkan oleh wajib pajak orang pemeluk agama Islam dan atau wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam dapat diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan kena pajak pada akhir tahun melalui surat pemberitahuan pajak penghasilan atas wajib pajak yang bersangkutan pada saat dibayar zakat tersebut. 

Dalam Pasal 4 Ayat 3 Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan disebutkan a.1. Bantuan sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil yang dibentuk dan disahkan oleh pemerintah dan Para yang berhak penerima zakat. Pasal 9 Ayat 1, menyatakan untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidal( boleh dikurangkan. Sementara itu, Pasal 4 Ayat 3, menyebutkan harta yang dihibahkan, bantuan, sumbangan, dan warisan.

No comments:

Post a Comment